Hadapi Ketidakpastian Pasokan Kelapa, Ini Kata Disbun Inhil

KILASRIAU.com - Produksi kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil) diperkirakan masih mengalami penurunan dalam enam bulan ke depan akibat perubahan cuaca yang tidak menentu.
Dinas Perkebunan Inhil mengungkapkan bahwa beberapa fenomena perubahan musim yang telah terjadi pada beberapa waktu yang lalu seperti El Niño yang terjadi di dua tahun kebelakang dan telah berdampak signifikan terhadap hasil panen kelapa, membuat pasokan rutin menjadi tidak pasti.
Kepala Dinas Perkebunan Inhil, Sutarno Wandoyo, menyatakan bahwa perubahan iklim menyebabkan ketidakstabilan dalam produksi kelapa. "Menghadapi musim pancaroba, kami mengimbau para petani untuk menjaga dan merawat kebun dengan baik agar dampak dari cuaca ekstrem dapat diminimalkan," ujarnya.
- Koramil 02/TM Serda Niko Arisandi Laksanakan Komsos di Kampung Pancasila
- Bupati Inhil Inspeksi Mendadak ke Pelabuhan Parit 21, Temukan Alih Fungsi Gudang
- Kapolres Inhil Ajak Purnawirawan dan Mahasiswa Bertamasya
- Bupati Indragiri Hilir pimpin rapat Expose Kegiatan Amaliyah Ramadhan Tahun 1664 H
- Bupati Inhil H. Herman Ikuti Peluncuran Indikator MCP Tahun 2025 Secara Virtual Bersama KPK RI
Salah satu ancaman utama terhadap panen kelapa adalah sistem drainase kebun yang tidak optimal. "Petani harus memperhatikan sistem tata air di kebun mereka, terutama trio tata dan parit, untuk mencegah pendangkalan dan genangan air akibat perubahan cuaca serta pasang laut," tambah Sutarno.
Curah hujan yang tidak menentu juga berdampak pada pertumbuhan dan hasil panen kelapa. Oleh karena itu, Dinas Perkebunan Inhil terus mendorong petani agar menerapkan perawatan kebun yang lebih intensif. "Jika dirawat dengan baik, dampak penurunan produksi bisa ditekan sehingga tidak terlalu signifikan," jelasnya.
Selain itu Sutarno juga menghimbau agar petani tidak memanen kelapa yang masih muda dan belum saatnya.”Jangan sampai karena harga sedang tinggi semua tandan di pohon dipanen. Ini tidak baik bagi keseimbangan dan keberlanjutan budidaya kelapa. Serta menjadikan petani tidak memiliki simpanan buah kelapa yang memadai untuk penghasilan dalam bulan bulan selanjutnya,” jelas Sutarno.
Dalam Webinar yang diselenggarakan Pusat Riset Tanaman Perkebunan Organisasi Riset Pertanian dan Pangan, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) pada 28 Februari 2025 dengan judul Strategi Peningkatan Produktivitas dan Keberlanjutan Perkebunan Kelapa, beberapa peneliti utama memberikan pandangan mereka mengenai situasi ini.
Prof. Dr. Ir Novarianto Hengky, M.S Peneliti Ahli Utama, Pusat Riset Tanaman Perkebunan - ORPP BRIN, menjelaskan bahwa produktivitas kelapa mengalami penurunan akibat dampak El Niño tahun 2023. "Salah satu akibat dari tahun ini dan tahun 2024 produktivitas kelapa kita menurun, karena pada tahun 2023 terjadi El Niño selama 4-5 bulan, dan efeknya kemarau terhadap tanaman kelapa ini akan berdampak di satu sampai dua tahun. Jadi sekarang produktivitasnya menurun," ujarnya.
Ia juga menekankan pentingnya pengelolaan tata air di daerah pasang surut. "Kalau air berlimpah dan pengaturan trio tata airnya tidak diatur dengan baik, akan terjadi genangan, maka kelapa akan mati juga, dan itu sudah terbukti di beberapa perkebunan," tambahnya.
Dr. Ir. Ismail Maskromo, M.Si Peneliti Ahli Utama, Pusat Riset Tanaman Perkebunan - ORPP BRIN, juga membahas dampak El Niño dan La Niña terhadap panen kelapa. "Ini sudah menjadi pola alam, El Niño dan La Niña pasti mempengaruhi karena ada keberlimpahan air dan musim kering. Jika terjadi musim kering dan kekurangan curah hujan, maka akan mempengaruhi produksi kelapa hingga 1,5 hingga 2 tahun ke depan. Sebab, buah kelapa merupakan hasil inisiasi dari proses pembentukan dua tahun sebelumnya," jelasnya.
Ia juga mengungkapkan bahwa beberapa petani di Inhil mengalami penurunan hasil panen yang signifikan. "Informasi terakhir dari petani Inhil, yang biasanya bisa menghasilkan 8.000 butir per hektar, dalam beberapa bulan terakhir hanya menghasilkan sekitar 2.000 butir per hektar. Ini terjadi karena faktor iklim yang sebelumnya dijelaskan," tambahnya.
Dalam materi terkait tantangan rantai pasok kelapa dipaparkan, Ismail Maskromo menegaskan bahwa produksi kelapa mengalami ketidakpastian dalam beberapa bulan ke depan.
Selain faktor iklim yang menghantui hasil produksi kelapa, dalam 3 bulan terakhir Kumbang tanduk menjadi salah saSelain faktor iklim yang menghantui hasil produksi kelapa, dalam 3 bulan terakhir Kumbang tanduk menjadi salah satu hama yang paling ditakuti oleh petani kelapa di Kabupaten Indragiri Hilir (Inhil), serangannya dapat menyebabkan pohon kelapa mati, sehingga berdampak pada hasil panen dan perekonomian petani.
Menurut Kepala Dinas Perkebunan Inhil, Sutarno Wandoyo, menjelaskan bahwa keberadaan hama ini sering kali berkaitan dengan proses peremajaan kelapa. "Jika batang kelapa yang ditebang tidak dikelola dengan baik, maka akan menjadi tempat berkembang biaknya kumbang tanduk," ujarnya.
Sutarno lanjut menjelaskan bahwa salah satu langkah pencegahan yang efektif adalah dengan melakukan perawatan kebun secara rutin. "Lebih baik mencegah daripada mengobati. Selama kebun dirawat dengan baik, hama ini bisa dikendalikan," tambahnya.
Selain itu, terdapat metode khusus dalam peremajaan kelapa agar tidak memicu serangan kumbang tanduk, salah satunya adalah dengan menerapkan sistem barier atau penghalang. "Jangan menebang semua pohon kelapa secara bersamaan. Sisakan sekitar +-100 m (lebih kurang seratus meter) dari pohon yang masih produktif. Setelah dua tahun, baru sisa pohon tersebut bisa ditebang," jelas Sutarno.
Pemerintah Kabupaten Inhil juga mengingatkan agar petani tidak membuka lahan dengan cara membakar, karena selain melanggar aturan, cara tersebut dapat merusak ekosistem dan memperparah penyebaran hama.
Dengan berbagai upaya mitigasi yang dilakukan, Dinas Perkebunan Inhil berharap para petani dapat menjaga stabilitas hasil panen dan mengurangi dampak ketidakpastian dalam pasokan kelapa di masa mendatang.
Tulis Komentar